Monday, November 25, 2013

Jangan Salah Mengambil Pemimpin


Kepeminpinan dalam Islam itu sangat penting 
jauh sebelum akal manusia berfungsi 
tuhan telah mengeluarkan Surat Keputusan ( SK ) 
dan menetapkan sepanjang masa 
tentang kepemimpinan 
2:30-31

Bahasa   Surat  Ayat  

wa-idz qaala rabbuka lilmalaa-ikati innii jaa'ilun fii al-ardhi khaliifatan qaaluu ataj'alu fiihaa man yufsidu fiihaa wayasfiku alddimaa-a wanahnu nusabbihu bihamdika wanuqaddisu laka qaala innii a'lamu maa laa ta'lamuuna

[2:30] Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." 
wa'allama aadama al-asmaa-a kullahaa tsumma 'aradhahum 'alaa almalaa-ikati faqaala anbi-uunii bi-asmaa-i haaulaa-i in kuntum shaadiqiina

[2:31] Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!" 
qaaluu subhaanaka laa 'ilma lanaa illaa maa 'allamtanaa innaka anta al'aliimu alhakiimu

[2:32] Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana35."
LIHATLAH 
malaikat aja sujud sama adam 
tanamkan hati seperti malaikat 
dengan kalimat
SAMI'NAA WA'ATHO'NAA
Kami dengar kami ta'at
( Logika Vertikal & Logika Horizontal )


Prilaku Iblis 
atau manusia yg menyerupai iblis 
Sami'naa washoenaa 
( kami mendengar kami berpaling )

Oleh karna nya 
jangan pilih pemimpin yg menyerupai iblis 
dan jangan salah mengambil pemimpin
yaa ayyuhaa alladziina aamanuu laa tattakhidzuu bithaanatan min duunikum laa ya/luunakum khabaalan wadduu maa 'anittum qad badati albaghdaau min afwaahihim wamaa tukhfii shuduuruhum akbaru qad bayyannaa lakumu al-aayaati in kuntum ta'qiluuna

[3:118] Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya. 


haa antum ulaa-i tuhibbuunahum walaa yuhibbuunakum watu/minuuna bialkitaabi kullihi wa-idzaa laquukum qaaluu aamannaa wa-idzaa khalaw 'adhdhuu 'alaykumu al-anaamila mina alghayzhi qul muutuu bighayzhikum inna allaaha 'aliimun bidzaati alshshuduuri

[3:119] Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata "Kami beriman", dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari antaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): "Matilah kamu karena kemarahanmu itu". Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati.






SEBUAH CATATAN ( Logika Cinta ) 1

Takutlah 

Takutlah pada cinta yg tak bernadakan tuhan
air bah hampa melanda
bercucuran keringat dingin
bersimbah airmata lara
karna nya bait bait tuhan tidak menggelora disana
terpasung dunia material yg fatamorgana
tak terungkap hakikat dan tabirnya
hingga memporak porandakan jiwa
terlebih kehidupan ini ..

takutlah
hingga ketakutan kita pada tuhan
menjadi obat yg paling mujarab
tuk mengukuhkan langkah
langkah dalam meniti
perjuangan diatas kalimatNya.



asumsinya

asumsinya bukan hanya sekedar mendapatkan cinta
atau jodoh denganmu
tapi bagaimana sebuah jiwa itu konsisten dan konsekwen
pada fitroh kemanusiaan nya walau harus ditebus dengan luka ..

bukan pada sisi luka yg katanya sih menggors gores jiwa
tpi bagaimana sebuah ketahanan jiwa itu tetap ada
walau kondisi nya berbeda ..



hidup ini bukan hanya sekedar pengharapan

tapi sebuah perjalanan yg merupakan kenang kenangan terindah
atas hadirnya sesosok jiwa ku
jiwa atas anugrah terindah tuhan
aku hanya melihat tanda tuhan
dan itu adalah titik kebahagiaan dan keindahan hidupku
dan aku adalah sosok penikmat proses
hasil kerjaku selalu ditangan tuhan
karna tuhan lah aku nih hidup


Saat kepulangan ku

perjalanan sepi
berlari lari dijalanan
seorang begundal zaman
menerka dunia dengan pikiran
berharap ada tambahan
dari sebutir nominal mereka mengejar
turun ke trotoar jalan
mulut asingkan dari sunyi
berharap dalam suara banyak
berteriak diatas kap
yah hidup mereka bukan hidup ku
ngedumal aku sepanjang jalan
belum sampai pada pengadilan tuhan
teriak menjadi sangat lancang
yah biarlah mereka
aku tetap pada konsep kita
satu suara
satu nada
dan satu cerita
cerita paling unik di dunia
itulah aku dan kita
samar dalam ada
jelas dalam keadaan
hingga tidak ada dusta diantara kita
semoga ..


Impian ku

saat kuberjalan dalam satu kaki
kuterjang ombak
walau aku ngga pernah ketemu ombak
tapi aku hampiri ia
kudekap erat dalam hariku
karna ku adalah insan pingitan
yg sungguh besar kemaluanku
ibaku mendalam
ku tertatih memahami zaman
ku bertaruh tuk sebuah impian
hingga kudapati jejak lusuh
dilangit biru nan bersih
gemeretak gigiku menjadi saksi
lusuh jaket kulitku
mengepul motor mercyku
keakrabanku ditrotoar jalanan
satu sisi dari perenungan zaman
anak manusia yg suntuk dengan tangisan
menebar komunikasi dengan tuhan
disetiap malam dan siang
aku bangun diri yg legam
saat semuanya redup
malamku, sahabat kelamku
dan cerita hidupku
berakhir dikaki gunung zaman
yg tak mampu ku urai sembarangan
semoga impianku menjadi kenyataan
aamiin


Subhanallah
bidadariku .. !!
engkau memelukku
aku : ada apa sayang .. ko bangun ..??
bidadariku : terbangun oleh mimpi
aku : mimpi apa sayang ..??
bidadariku : mimpi kamu nikah lagih ..
aku : Allah kariim ... benarkah ..???
bidadariku : aku peluk dia dan aku bercerita tentang kamu berdua
aku : subhanallah benarkah ..???
bidadariku : ( meluk erat aku )
dan
kita tidur bareng dech ... 


jalan pendek cinta

ketika indikasi cintanya semakin samar
segeralah berbalik kebelakang
bukan mundur
tapi tertegun sejenak
dan ambil obor
semoga
perjalanan cinta dapat diterangi oleh obor itu 


Jatuh cinta itu
lebih berat ketimbang
jatuh di tangga

maka berhati hatilah
mengawal rasa
bisa jadi seperti terperosok pada lubang buaya
hingga menggelapkan mata
mentulikan telinga
dan yg lebih parah lagi
membutakan hati


sapaan cinta 

Cinta ..
saat membaca tulisan mu
hati ku tersenyum .. Insya Allah bahagia lah ...
karna hatimu sehat
hidupmu terjaga ..
aku bangga pada mu
sungguh ...
ngga usah minta aku mencintaimu
Sebesar apa cinta mu padaku
aku lebih besar lagi mencintaimu
dan itu hatiku hati kita
Alhamdulillah
diantara kita ada Allah
hingga dikuatkan nya
dalam menjalani hidup ini ..
hatiku berkata
ngga ingin mengakhiri ini semua
tapi Allah mungkin berkata lain
kita terima yuk ketentuan Allah bersama sama
jangan hitung rasa
biarlah rasa ini milik Allah ..


keadaan cinta 

Berapa banyak
yg datang silih berganti
tapi aku pilih kamu
cinta pertama ku

itu inginku
dan hati ku selalu berkata
"aku siap hidup dengan mu"..!
walau dengan separoh hidupku

kita simak ...
karna ingin dan cinta itu
bukan segalanya bagi ku
akan ku relakan kau pergih
dan ku bebaskan kau untuk memilih warna hidup mu
karna aku bukan siapa siapa nya kamu
yg harus menjara kamu dengan cinta atau apalah itu ...

dan aku yakin
kepergian mu dalam inginku
terdapat tanda kebesaran tuhan
walau hari ini aku ngga mengerti
tapi aku yakin lagi
bahwa suatu saat
Allah akan menjelaskannya pada ku ..

jaaadi .. mengapa harus pusing ..??
mengapa harus menangis lagi ..??
kenapa harus menyesal ...??

toh 99% dari hidup ini
berada pada gemnggaman Allah ..
dengan mengembalikannya kepada Allah
aku pikir akan sangat tuntas ...
dan itulah pembelajaran bagi ku
 
 
 



dunia itu 

Kejarlah Dunia mu
seolah olah kamu akan hidup selamanya
kejarlah akhirat mu
seolah olah kamu akan mati besok

jika akhirat menjadi prioritas
apa yg jadi masalah dalam hidup ini ..???






  

SEBUAH CATATAN ( Logika Cinta )

hidayah itu mahal

hidup itu akan terasa berat
jika kita tak mengerti kuncinya

hidup ini akan terasa ringan
jika kita mampu mengaplikasikan tuhan
dalam kehidupan ini

itulah hidayah
orang kata hutan belantara
tapi ia bilang jalan raya

meninjau hidup dari berbagai sisi
akan menambah khasanah
tapi
meninjau atas dasar keridloan
yg berlandaskan nilai ilahiyah
sangat sulit kita temukan

dan itulah hidayah

aku tetap akan mengejar mutiara itu
walaupun harus menyelam kedasar lautan
sampai aku menemukan air tawar dasar lautan
dan itu adalah akhir dari sebuah kedalaman makna
dalam hidupku ..
air tawar dibawah lautan
menjadi dimensi hidupku yg berbeda





Tuesday, November 12, 2013

Dzikrullah ( Logika Vertikal )

''Wahai para sahabat-sahabatku, maukah aku beri tahukan kepada kalian suatu bentuk amal yang paling baik, paling diridlai Tuhan kalian, paling tinggi nilainya, paling baik dibanding ketika kalian memberikan emas atau perak kepada orang lain, dan paling baik ketimbang ketika kalian bertemu dengan musuh-musuh kalian dalam perang yang konsekuensinya membunuh atau terbunuh musuh?'' Dengan serentak, para sahabat menjawab, ''Baik ya Rasulullah.'' Setelah diam sebentar, Nabi SAW berkata, ''Dzikrullah (mengingat Allah)''. (HR Ibnu Majah dari Abu al-Darda)

Al Ankabut
 
45. Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Adzariyat
49. Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.
Azzumar
22. Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.
23. Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang [1312], gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpinpun.
[1312]. Maksud berulang-ulang di sini ialah hukum-hukum, pelajaran dan kisah-kisah itu diulang-ulang menyebutnya dalam Al Quran supaya lebih kuat pengaruhnya dan lebih meresap. Sebahagian ahli Tafsir mengatakan bahwa maksudnya itu ialah bahwa ayat-ayat Al Quran itu diulang-ulang membacanya seperti tersebut dalam mukaddimah surat Al Faatihah.
Al Ahzab
41. Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.  
Dzikir yg sebanyak banyak nya dengan membaca, memhami dan mengamalkan isi kandungan Al Qur'an
Al Mu'minuun

11O. Lalu kamu menjadikan mereka buah ejekan, sehingga (kesibukan) kamu mengejek mereka, menjadikan kamu lupa mengingat Aku, dan adalah kamu selalu mentertawakan mereka,

Ar Ro'du 

28. (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. 

 Al Maidah

91. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).

Original Tahajud

dan dari sebahagiaan malam nya zaman ini
berdiri tegaklah dalam aktivitas terbaik
insan yg bertauhid
tuk gapai mardlotillah
sebuah jejak jejak penegakan syari'ah
yg teramat mulia dihadapan Allah
disepanjang malam nya zaman itu
torehkan kualitas diri terbaik
tuk hanya satu niat dalam hidup
sebagaimana niatnya para anbiya
tuk hanya dalam satu sikap
sikapnya para pejuang penegak dienullah
tuk hanya dalam satu kata
menjunjung tinggi kalimat La ilaaha Illallah
yg menaungi seluruh kalimat dan nada nada suara hidup
dibawah naungan maghfirohnya
hingga pantas dan dipantaskannya
menjadi pribadi yg tangguh
tuk kibarkan panji islam
dalam deru pekik suara
dan derap langkah pasti
dalam singgasana maqom yg terpuji

jikapun perjuangan membutuhkan luka
gadaikanlah luka tuk membunuh angkara murka
jikapun perjuangan membutuhkan darah
gadaikanlah darah tuk membunuh amarah
jikapun perjuangan membutuhkan air mata
gadaikanlah air mata tuk tuntaskan do'a

bekerjalah kalian ditempat tempat kalian berada
sesungguhnya AKU (ALLAH ) pun bekerja

Monday, November 11, 2013

Mabadi' Al Awaliyah ( Kaidah Ushul fiqh ) Logika dalam penerapan hukum

DAFTAR ISI
1. Al-Qism al-awwal Ushul al-Fiqh 1
2. Al-Ahkam 2
3. Al-Mabhats al-awwal fiy al-Amr 4
4. Al-Mabhats al-tsani fiy al-Nahyi 5
5. Al-Mabhats al-talits fiy al-'Am 7
6. Al-Mabhats al-al-rabi' fiy al-Khas wa al-Takhshis 8
7. Al-Mabhats al-khamis fiy al-Naskh 12
8. Al-Mabhats al-sadis fiy al-Mujmal 15
9. Al-Mabhats al-sabi' fiy al-Muthlaq wa al-Muqayyad 16
10. Al-Mabhats al-tsamin fiy al-Mafhum wa al-Mantuq 17
11. Al-Mabhats al-tasi' fiy Fi'l shahib al-syari'ah 19
12. Al-Mabhats al-'asyir fiy Iqrar shahib al-syari'ah 20
13. Al-Mabhats al-hadiy 'asyara fiy al-Ijma' 21
14. Al-Mabhats al-tsani 'asyara fiy al-Qiyas 22
15. Al-Mabhats al-tsalits 'asyara fiy al-Ijtihad, al-Ittiba', al-Taqlid 23
16. Al-Qism al-tsani Qawa'id al-Fiqh 25
17. Kaidah ke-1 25
18. Kaidah ke-2 25
19. Kaidah ke-3 25
20. Kaidah ke-4 26
22. Kaidah ke-6 27
21. Kaidah ke-5 26
23. Kaidah ke-7 27
24. Kaidah ke-8 27
25. Kaidah ke-9 28
26. Kaidah ke-10 28
27. Kaidah ke-11 28
28. Kaidah ke-12 29
29. Kaidah ke-13 30
30. Kaidah ke-14 30
31. Kaidah ke-15 30
32. Kaidah ke-16 31
33. Kaidah ke-17 31
34. Kaidah ke-18 31
35. Kaidah ke-19 32
36. Kaidah ke-20 32
37. Kaidah ke-21 33
38. Kaidah ke-22 33
39. Kaidah ke-23 33
40. Kaidah ke-24 34
41. Kaidah ke-25 34
42. Kaidah ke-26 35
43. Kaidah ke-27 35
44. Kaidah ke-28 35
45. Kaidah ke-29 36
46. Kaidah ke-30 36
47. Kaidah ke-31 37
48. Kaidah ke-32 37
49. Kaidah ke-33 37
50. Kaidah ke-34 38
51. Kaidah ke-35 38
52. Kaidah ke-36 38
53. Kaidah ke-37 39
54. Kaidah ke-38 39
55. Kaidah ke-39 39
56. Kaidah ke-40 40


BAGIAN AWAL
USHUL FIQH
Asal (al-ashlu) secara bahasa adalah sesuatu yang menjadi sandaran. Seperti akar yang menjadi dasar tumbuhnya sebuah pohon dan ushul al-fiqh yang menjadi pondasi fiqh. Sedangkan cabang (al-far') adalah sesuatu yang dididrikan diatas sesuatu yang lain. Seperti cabang-cabang pohon (batang dan lainnya) yang berdiri diatas akarnya, dan fiqh yang berdiri diatas ushul-nya.
Menurut istilah asal adalah dalil dan kaidah kulliyat. Seperti perkataan ulama' bahwa dasar wajibnya shalat adalah al-Kitab (al-Quran). Maksudnya dalil yang mewajibkan shalat adalah al-Quran. Allah berfirman dalam QS. al-Baqarah (2): 43.

yang Artinya : “….dan dirikanlah shalat…”
Pendapat ulama' yang menyatakan diperbolehkannya memakan bangkai dalam kondisi darurat (emergency), adalah bertentangan dengan kaidah kulliyat yang berbunyi; "kullu mayyitah harām" artinya : setiap bangkai haram hukumnya. Kaidah ini bersumber dari firman Allah SWT. Yang berbunyi :
" " انما حرم عليكم الميتة
Ushul fiqh merupakan dalil fiqh global. Seperti kemutlakan amr (perintah) menunjukkan makna wajib, mutlaknya nahi (larangan) menunjukkan keharaman, mutlaknya perbuatan Nabi (af'al al-Nabi), mutlaknya ijma', dan mutlaknya qiyas yang kesemuanya itu merupakan hujjah.
lafal “fiqh” dalam bahasa Arab mempunyai arti faham (al-fahm). Sedangkan dalam terminologi syar'iy, fiqh ialah mengetahui hukum-hukum syari'at yang diperoleh dengan jalan ijtihad. Seperti mengetahui bahwa niat dalam wudhu merupakan suatu kewajiban, dan berbagai permasalahan lain yang masuk dalam ranah ijtihadiyah. Fiqh, berbeda dengan hukum-hukum syari'at yang diketahui tanpa menggunakan metode ijtihad. Seperti mengetahui bahwa shalat lima waktu adalah wajib, perbuatan zina adalah haram, dan berbagai permasalahan lain yang ditetapkan dengan dalil qath'iy. Ilmu seperti ini tidak dinamakan fiqih.
Sedangkan ilmu (العلم) adalah sifat yang dengannya sesuatu yang di kehendaki bisa diketahui dengan sempurna. bodoh (الجهل) adalah tidak adanya pengetahuan akan sesuatu perkara. Dzan (الظن) adalah menilai sesuatu yang lebih kuat dari dua perkara. Wahm (الوهم) adalah menemukan sesuatu yang kurang kuat dari dua perkara. Syak (الشك) adalah menemukan persamaan pada dua perkara.
Keraguan yang timbul tentanga antara apakah seseorang bernama Zaid sedang berdiri atau tidak yang sama-sama kuat dinamakan syak, jika lebih unggul salah satunya dinamakan dzan, dan ketika mengunggulkan salah satu antara keadaan Zaid sedang berdiri atau tidak sedang berdiri dinamakan wahm. Dalam kaitan ini, ilmu dalam pengertian fiqih mengandung pengertian dzan (prasangka). Maksudnya, sebagaimana dalam pembahasan selanjutnya, akan diketemukan adanya kaidah yang menyatakan bahwa produk ijtihad sebagai salah satu mekanisme metode penggalian hukum dalam islam masuk dalam kategori zdanniy (prasangka) dan bukannya qath'iy (pasti).

PEMBAGIAN HUKUM SYARI'AT

Al-Ahkam al-Syar’iy (hukum-hukum syariat) dibagi menjadi sembilan, yaitu: wajib, mandub, mubah, haram, makruh, sahih, bathil, rukhshah dan 'azimah. Adapun definisi masing-masing sembilan hukum tersebut adalah sebagai berikut:
1. Wajib, yaitu sesuatu yang apabila dikerjakan akan diberi pahala dan ketika ditinggalkan akan disiksa. Seperti shalat lima waktu dan puasa Ramadhan.
2. Mandub, yaitu sesuatu yang apabila dikerjakan akan diberi pahala dan apabila ditinggalkan tidak akan disiksa. Seperti shalat tahiyat masjid.
3. Haram, yaitu sesuatu yang apabila ditinggalkan akan diberi pahala dan apabila dikerjakan akan disiksa. Seperti riba dan melakukan kerusakan.
4. Makruh, yaitu sesuatu yang diberi pahala apabila ditinggalkan, tapi tidak disiksa apabila dikerjakan. Seperti mendahulukan bagian yang kiri dalam wudhu.
5. Mubah, yaitu sesuatu yang apabila ditinggalkan dan dikerjakan tidak mendapat pahala dan siksa. Seperti tidur siang hari.
6. Shahih, yaitu sesuatu yang didalamnya mencakup rukun dan syarat.
7. Bathil, yaitu sesuatu yang didalamnya tidak mencakup rukun dan syarat.
Rukun adalah sesuatu yang menyebabakan sahnya sesuatu (pekerjaan) dan ia merupakan bagian (juz) dari sesuatu (pekerjaan) itu. Seperti membasuh wajah dalam berwudhu dan takbiratul ihram dalam shalat. Adapun syarat adalah sesuatu yang menyebabkan sahnya sesuatu (pekerjaan), namun ia bukanlah bagian (juz) dari sesuatu (pekerjaan) tersebut.
8. Rukhshah, yaitu perubahan hukum dari berat menjadi ringan, sedangkan sebab hukum asalnya masih tetap. Seperti diperbolehkannya membatalkan puasa bagi musafir meskipun ia tidak merasa keberatan untuk melanjutkan puasanya. Dan diperbolehkan memakan bangkai bagi orang yang terpaksa.
9. ‘Azimah, yaitu hukum seperti kewajiban shalat lima waktu dan haramnya memakan bangkai bagi yang tidak terpaksa.

Pembahasan Ke - 1
AL-AMR
Al-Amr (perintah) yaitu tuntutan untuk mengerjakan dari atasan kepada bawahannya. Dalam pembahasan amr ini terdapat beberapa kaidah sebagai berikut :
1. Perintah (amr) pada dasarnya menunjukkan wujub, kecuali ada dalil yang menunjukkan selainnya.
Firman Allah SWT dalam QS. al-Baqarah (2): 43.
Artinya: “…dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat…”
2. Perintah (amr) pada dasarnya tidak memiliki konsekuensi pengulangan, kecuali ada dalil yang menunjukkan selainnya.
Firman Allah SWT dalam QS. al-Baqarah (2):196.
Artinya : “…dan sempurnakanlah haji dan umroh karena Allah…”
3. Perintah (amr) pada dasarnya tidak memiliki konsekuensi untuk segera dikerjakan. Tujuan amr (perintah) adalah terwujudnya suatu pekerjaan tanpa adanya pengkhususan dengan waktu awal.
4. Perintah (amr) terhadap sesuatu berarti juga perintah kepada hal-hal yang menjadi wasilah (medium) timbulnya sesuatu tersebut.
Contoh perintah shalat berarti perintah untuk bersuci.
5. Perintah terhadap sesuatu berarti larangan (nahi) terhadap hal-hal yang berlawanan dengan sesuatu tersebut.
Firman Allah SWT dalam QS. al-Baqarah (2):83.
Artinya : “….dan ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia...”
6. Ketika suatu perintah telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuannya maka orang yang dikenai perintah telah terbebas dari ikatan (perjanjian) amr tersebut. seperti ketika seseorang yang tidak menemukan air (untuk wudhu) kemudian tayamum dan mengerjakan shalat, maka ia tidak wajib qadha (mengulang) shalat ketika menemukan air.

Pembahasan Ke - 2
AL-NAHY
Al-Nahy (larangan) adalah tuntutan untuk meninggalkan (suatu pekerjaan) dari atasan kepada bawahannya. Pembahasan larangan (al-nahy) meliputi beberapa kaidah sebagai berikut:
1. Larangan (al-nahy) pada dasarnya menunjukkan keharaman (sesuatu yang dilarang), kecuali adanya petunjuk (dalil) sebaliknya.
2. Larangan (al-nahy) akan suatu hal (dapat diartikan sebagai) perintah akan hal-hal yang berlawanan atau kebalikan dari yang dilarang. Allah berfirman QS. al-Baqarah (2):188.
Artinya: “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”
3. Larangan (al-nahy) pada dasarnya menunjukkan rusaknya sesuatu yang dilarang dalam ibadah. Seperti shalat dan puasanya perempuan yang haidh.
4. Larangan (al-nahy) pada dasarnya menunjukkan rusaknya sesuatu yang dilarang dalam muamalah. Hal ini terjadi ketika larangan itu dikembalikan kepada kondisi akad (nafs al-'aqd), seperti bai' al-hashot (jual beli dengan cara melemparkan batu kecil atau spekulasi). Namun ketika larangan itu dikembalikan kepada sesuatu yang keluar dari transaksi (faktor eksternal) yang tidak tetap, maka sesuatu yang dilarang tersebut tidak rusak. Seperti hanya jual beli pada waktu adzan jum'at.
Firman Allah SWT dalam QS. Al-Jum’ah (62):9.
Artinya : “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”. (QS. al-Jum'ah 9).

Pembahasan Ke - 3
AL-'AM
Al-'ِِAm (العام) adalah sesuatu yang meliputi dua hal atau lebih tanpa adanya batasan. Lafazd-lafazd yang digunakan untuk menunjukkan makna 'am ada empat, yaitu:
1. Isim wahid (mufrod) yang di-ma'rifat-kan dengan huruf lam. Seperti QS. al-Ashr (103): 2-3.
Artinya : "Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian kecuali mereka yang beriman…"
2. Isim jama' yang di-ma'rifat-kan dengan huruf lam. Contoh QS. al-Baqarah (2):195.
Artinya : “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”
3. huruf la yang me-nafi-kan pada isim nakiroh. Contoh QS. al-Baqarah(2): 48.
Artinya: “Dan jagalah dirimu dari (azab) hari (kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikitpun; dan (begitu pula) tidak diterima syafa'at dan tebusan dari padanya, dan tidaklah mereka akan ditolong.”
4. Isim-isim mubham
a) Lafal “من“ bagi sesuatu yang berakal. Contoh firman Allah QS. al-Zalzalah (99): 7.
Artinya: Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.”
b) Lafal ما bagi yang tidak berakal. Contoh firman Allah QS. al-Hujarat (49): 18.
Artinya: “Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ghaib di langit dan bumi. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.”
c) Lafal ايٌّ. Contoh :
Artinya: “Dimanapun kamu berada kematian akan mendapatkan kamu…”
e) Lafal متىyang menunjukkan zaman. Contoh :  

Pembahasan Ke - 4
AL-KHAS DAN AL-TAKHSHIS
Al-khas (الخاص) adalah sesuatu yang tidak mengandung dua makna atau lebih tanpa adanya batasan. Sedangkan al-takhshish (التخصيص) adalah mengeluarkan sebagian yang ditunjukkan 'am. Takhshis dibagi menjadi dua, yaitu; takhshis muttashil (bersamaan) dan takhshis munfashil (terpisah).
Macam-macam takhshis muttasil :
1) Pengecualian (al-Istisna'). Contoh: QS. al-‘Ashr (103): 2-3.
Artinya: “Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian kecuali mereka yang beriman…”
2) Pembatasan (al-taqyid) dengan sifat. Contoh firman Allah SWT dalam QS. al-Nisa' (4): 96.
Artinya: “(Hendaklah) Ia memerdekakan seorang hamba yang beriman…”
3) Pengecualian dengan dengan batas (ghayah). Contoh QS. al-Baqarah (2): 222.
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci…”
4) Pengecualian dengan pengganti (badal). Contoh QS. Ali ‘Imron(3): 97.
Artinya: “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah...”
Macam-macam takhshish munfashil:
1) Pengecualian al-kitab (al-Qur’an) dengan al-kitab (al-Qur’an). Firman Allah SWT dalam QS. al-Baqarah (2): 221.
Artinya: “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik…”
ayat ini ditakhsis dengan Firman Allah SWT dalam QS. al-Maidah (5): 5
اArtinya: “Pada hari ini dihalalkan –sampai pada firman Allah ta'ala- Dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang di beri al-kitab sebelum kamu…”
2) Pengecualian al-kitab (al-Qur’an) dengan al-sunah (al-Hadits). Firman Allah dalam QS. al-Nisa' (4):11.
Artinya: “Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pustaka untuk) anak-anakmu, yaitu bagian anak laki-laki sama dengan bagian dua anak perempuan…”
Ayat diatas mengandung pengertian bahwa yang mendapat waris termasuk anak kafir tapi ayat tersebut ditakhsis dengan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim:
لايرث المسلم الكافر ولا الكافر المسلم
Artinya: “Seorang anak muslim tidak mendapatkan warisan dari orang tua kafir dan anak kafir tidak mendapatkan warisan dari orang tua muslim.”
3) Pengecualian al-Sunnah (al-Hadits) dengan al-Kitab (al-Qur’an). Seperti hadits riwayat Bukhari Muslim yang menerangkan bahwa Allah SWT tidak akan menerima shalat seseorang yang masih dalam keadaan hadats sampai dia berwudhu.
لا يقبل صلاة احدكم اذا احدث حتى يتوضأ
Artinya : Allah tidak menerima shalat kalian, ketika berhadast sehingga kalian berwudhu.
Hadits ini di takhsis dengan firman Allah QS.al-Nisa' (4): 43.
Artinya: “Dan jika kamu sakit –sampai pada firman Allah- kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah…”
4) Pengecualian al-Sunnah (al-Hadits) dengan al-Sunnah (al-Hadits). Contoh hadits Riwayat Bukhari dan Muslim:
فيما سقت السماء العشر
Artinya: “Setiap (zar') yang disirami dengan air hujan zakatnya sebesar seper sepuluh.”
Hadits ini ditakhsis dengan hadits riwayat Bukhori dan Muslim :
ليس فيما دون خمسة اوسق صدقة
Artinya: “Setiap (zar') yang kurang dari lima wasaq tidak ada zakat.”
5) Pengecualian al-kitab (al-Qur’an) dengan Qiyas. Contoh QS. al-Nur (24):3.
Artinya: Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.
Ayat tersebut di takhsis dengan ayat yang menerangkan hukum derap/jilid terhadap budak perempuan (amat) yang hanya dijilid separuh dari ketentuan ayat. Allah SWT. berfirman QS. al-Nisa' (4):25.
Artinya: “Kemudian mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), Maka atas mereka separo hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami…”
Adapun untuk seorang budak (‘abd) di-qiyas-kan kepada amat yaitu setengah dari ketentuan yang telah disebutkan diatas.
6) Pengecualian al-Sunnah (al-Hadits) dengan al-Qiyas. Contoh sabda Rasulullah SAW. :
لي الواجد يحل عرضه ا وعقوبته رواه احمد وابن ماجه
Artinya: “Orang kaya yang berpaling dari membayar hutang maka halal kehormatan dan keperwiraannya “ (HR. Ahmad dan Ibn Majjah.)
Dikecualikan dari ketentuan hadits diatas, yaitu orang tua yang menunda-nunda membayar hutang pada anaknya meskipun sudah mampu untuk membayarnya. Maka bagi orang tua yang berpaling dari membayar hutang tidak dihalalkan kehormatan dan keperwiraannya karena dengan memakai qiyas awla tidak diperbolehkannya mengucapkan kata-kata kasar kepada mereka yang telah ditetapkan dalam QS. Al-Isra' (17):23.
Artinya: “…Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah"…”

Pembahasan Ke - 5
NASIKH DAN MANSUKH
Al-Nãsikh (الناسخ) secara bahasa berarti menghilangkan, menghapus, atau memindah. Dalam tinjauan syara', al-nãsikh adalah menghilangkan atau membatalkan hukum syara' yang telah ditetapkan terdahulu dengan dalil syara' yang baru. Al-Nãsikh menurut sebagian ulama' terbagi menjadi:
1) Menghapus tulisan (al-rasm) dan menetapkan hukum.
Contoh hadits Nabi SAW:
الشيخ والشيخة اذا زنيا فارجموهما البتة
Sahabat ‘umar RA berkata bahwa sesungguhnya kami telah membaca hadits dan bahwasanya nabi SAW telah memberlakukan hukum ranjam terhadap dua orang yang berzina muhshon. Maksud lafal محصنين dalam hadits diatas adalah الشيخ والشيخجة
2) Menghapus hukum dan menetapkan tulisan (al-rasm).
Contoh QS. al-Baqarah (2): 240.
Artinya: Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), Maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma'ruf terhadap diri mereka. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Ayat ini di nasikh dengan QS. al-Baqarah (2): 234.
Artinya: “Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari.
3) Menghapus dua perkara (hukum dan tulisan) secara bersamaan.
Seperti hadits riwayat Muslim dari 'aisyah ra.
كان فِيما انزل عشر رضعات معلومات يحرمن
Hadits yang menerangkan bahwa yang dapat menyebabkan haramnya sebuah pernikahan sepuluh kali susushan yang diketahui ini kemudian dinasikh dengan hadits yang menerangkan lima kali susuan yang mengharamkan:
بخمس معلومات يحرمن
Me-nasikh al-Kitab (ayat Al-Quran) dengan al-Kitab (ayat al-Quran lain) juga diperbolehkan, seperti dalam ayat tentang 'iddah perempuan sebagaimana yang diterangkan diatas.
4) Menghapus al-Sunah dengan al-Kitab.
Seperti menghadap Baitul maqdis dalam shalat yang ditetapkan dengan sunah fi'liyah (perbuatan Nabi). Dalam hadits riwayat Bukhori Muslim disebutkan "bahwasahnya Nabi SAW menghadap baitul maqdis dalam shalatnya selama 16 bulan ". Hadits kemudian dinasikh dengan firman Allah QS. al-Baqarah (2): 144.
Artinya: “Sungguh kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langi, Maka sungguh kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.”
5) Nasikh al-Sunah dengan al-Sunah. Seperti hadits riwayat imam Muslim:
كنت نهيتكم عن زيارة القبر فزورها
Artinya: “(dulu) Aku (Nabi) melarang kalian ziarah kubur. Maka (sekarang) Berziarahlah kalian. “
Sebagian ulama' juga ada yang berpendapat tentang diperbolehkannya menasikh al-kitab dengan al-sunah. Seperti firman Allah QS al-Baqarah :(2) 180,
Artinya: “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.”
Ayat diatas dinaskh oleh sabda Nabi SAW:
لاوصية لورث رواه الترمذي وابن ماجه
Artiny: “Tidak ada wasiat bagi ahli waris.” (HR. al-Tirmidzi dan Ibn Majjah.)

Pembahasan Ke - 6
MUJMAL DAN BAYAN
Mujmal (المجمل) adalah sesuatu yang membutuhkan penjelasan. Contoh seperti lafal قروء pada ayat:
والمطلقات يتربصن بانفسهن ثلاثة قروء
karena ada persekutuan makna dalam lafal al-quru' maka memungkinkan lafal tersebut mempunyai arti haidh dan suci.
Bayan (البيان) adalah mengeluarkan sesuatu dari kondisi musykil kepada kondisi jelas. Bayan dibagi menjadi:
1) Bayan (penjelas) dengan ucapan (bi al-qawl) seperti pada firman Allah SWT. yang menerangkan puasa tamatu' QS. Al-Baqarah (2): 196.
Artinya: “…Maka wajib puasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari apabila kalian semua telah pulang. Itulah sepuluh hari yang sempurna...”
2) Bayan dengan perbuatan atau pekerjaan. seperti pekerjaan Nabi yang menjelaskan tata cara shalat dan lainnya.
3) Bayan dengan tulisan (kutub). Seperti bayan akan kadar zakat, dan diyat anggota badan sebagaimana yang telah dijelaskan Nabi SAW. melalui hadits-haditsnya.
4) Bayan dengan isyarat, seperti isyarat nabi SAW sambil menunjukkan semua jari tangan dalam satu isyarat “satu bulan adalah seperti ini, seperti ini dan seperti ini. Maksudnya 30 hari. Kemudian nabi memebrikan isyarat lagi dengan telapak tangannya sampai tiga kali, dan pada urutan ketiga beliau tidak menunjukkan ibu jarinya sebagai isyarat bahwa dalam bulan terkadang ada yang hanya sejumlah 29 hari.

Pembahasan Ke - 7
MUTLAQ DAN MUQOYYAD
Mutlaq (المطلق) adalah lafal yang menunjukkan hakikat sesuatu hal tanpa adanya batasan. Sedangkan muqoyyad (المقيد) adalah lafal yang menunjukkan suatu hal dengan adanya batasan (taqyid).
Penting diketahui bahwa apabila terdapat perintah (khithab) yang bersifat mutlak atau umum, maka ia harus diberlakukan seperti keumumannya. Begitupun ketika terdapat perintah yang dibatasi (muqoyyad) atau bersifat khusus, maka ia harus diberlakukan berdasarkan kadar pembatasan atau kekhususannya tersebut. Namun ketika perintah itu bersifat mutlak pada satu sisi dan muqoyyad pada sisi yang lain, maka sisi kemutlakannya harus ditangguhkan dan diberlakukan sisi kekhususannya. Contohnya seperti lafal “roqobah” (budak) yang dibatasi dengan sifat beriman dalam hal kafarat membunuh. Allah SWT berfirman QS. al-Nisa' (4): 96.
Artinya : (Hendaklah) Ia memerdekakan seorang hamba yang beriman…
Dalam bagian lain, lafal roqobah berlaku umum seperti pada kafarat zhihar dalam firman Allah SWT QS. al-Mujadalah )58): 3.
Artinya: Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, Kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, Maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan."

Pembahasan Ke - 8
MANTUQ DAN MAFHUM
Mantuq (المنطوق) adalah penunjukan lafal terhadap suatu hal (hukum) ketika diucapkan, sedangkan Mafhum (المفهوم) adalah penunjukan lafal terhadap hukum yang tidak diucapkan.
Pembagian Mantuq
1. Al-Nash. Yaitu lafal yang tidak mengandung takwil. Seperti firman Allah SWT. QS. al-Baqarah (2):196.
Artinya: “…Maka wajib puasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari apabila kalian semua telah pulang. Itulah sepuluh hari yang sempurna.”
2. Al-Zahir. Yaitu lafal yang mengandung takwil atau perlu takwil. Contohnya seperti firman Allah QS. al-Dzariyat (51):47.
Artinya: “Dan langit itu kami bangun dengan kekuasaan (kami) dan Sesungguhnya kami benar-benar berkuasa.”
Lafal ايد adalah bentuk jamak dari lafal يد yang berarti tangan, dan hal itu (tangan) mustahil bagi Allah SWT. Maka dari itu lafal ايد dalam ayat tersebut dipalingkan ke makna القوة yang berarti kekuatan.
Pembagian Mafhum
1. Mafhum muwafaqoh. Yaitu penunjukan hukum yang tidak disebutkan mempunyai kesamaan dengan hukum yang diucapkan. Seperti pencegahan atau larangan memukul kedua orang tua yang dapat dipahami dari firman Allah QS. al-Isra' (17):23.
Artinya: “Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”
Larangan membakar (atau hal-hal yang sifatnya merusak) harta anak yatim yang dapat dipahami dari firman Allah QS. al-Nisa' (4): 10.
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, Sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).”
2. Mafhum mukholafah. Yaitu lafal yang disebutkan tidak sama dengan yang diucapkan. Contohnya antara lain adalah sebagai berikut:
1) Tidak adanya kewajiban zakat bagi hewan yang digunakan untuk bekerja yang dipahami dari sabda Nabi SAW:
فى ساْيمة الغنام زكاة
Artinya: “Pada hewan-hewan yang digembalakan terdapat (wajib) zakat.”
2) Tidak adanya haji kecuali pada bulan-bulan tertentu yang telah masyhur dari pemahaman firman Allah QS. al-Baqarah (2):197.
Artinya: “Haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal.”
3) Diperbolehkannya jual beli pada hari Jum'at sebelum dikumandangkannya azdan yang dipahami dari firman Allah QS. al-Jum'ah (62): 9.
Artinya: “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”

Pembahasan Ke - 9
PERBUATAN NABI SAW.
Perbuatan Nabi SAW. terkadang bersifat qurbah (ibadah taqorrub) dalam artian taat dan kadang juga tidak bersifat demikian. Ketika perbuatan Nabi bersifat taqorrub atau taat serta adanya dalil yang menunjukkan kekhususan pada diri Nabi maka hal itu berlaku khusus untuk Nabi SAW. Seperti memiliki istri lebih dari empat. Allah berfirman QS al- Nisa' (4): 3.
Artinya: “Maka kawinilah wanita-wanita yang kamu sengangi dua, tiga, atau empat…”
Namun ketika perbuatan Nabi SAW. tidak disertai dalil yang menunjukkan kekhususannya pada diri Nabi SAW. maka perbuatan tersebut tidak berlaku khusus pada Nabi SAW., tetapi juga meliputi umatnya. Alllah berfirman QS. al-Ahzab (33): 21.
Artinya: “Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa hukum asal semua perbuatan Nabi SAW. itu untuk diikuti kecuali ada dalil yang menunjukkan kekhususan pada Nabi SAW. saja dalam suatu perbuatan.
.
Pembahasan Ke - 10
KETETAPAN NABI SAW.
Ketetapan Nabi SAW. atas ucapan seseorang memiliki kedudukan yang sama dengan ucapan Nabi SAW. sendiri. Begitu juga ketetapan Nabi SAW. atas pekerjaan seseorang memiliki kedudukan yang sama dengan pekerjaan Nabi SAW. hal itu karena Nabi SAW. bersifat maksum (terjaga) untuk mengakui perbuatan ingkar seseorang. Contoh dari keterangan diatas adalah pengakuan Nabi SAW. pada sahabat Abu Bakr RA. yang memberikan harta rampasan perang orang kafir yang terbunuh kepada pasukan muslim yang berhasil membunuhnya dan pengakuan Nabi SAW terhadap sahabat Khalid bin Walid RA. yang memakan biawak.
Sesuatu yang dikerjakan atau diucapkan tidak dihadapan (majlis) Nabi SAW. namun terjadi atas sepengetahuan Nabi SAW. mengetahui dan tidak pula mengingkarinya maka memiliki kedudukan hukum yang sama dengan pekerjaan atau perkataan yang dilakukan dihadapan Nabi SAW. Seperti pengetahuan Nabi SAW. Dengan sahabat Abu Bakr RA. yang pada saat murka bersumpah untuk tidak makan, namun kemudian melanggar sumpahnya sendiri setelah meyakini adanya kebaikan dalam makan, yakni menjaga kesehatan tubuh
berdasarkan contoh dan keterangan diatas dapat ditarik kesimpulan diperbolehkannya melanggar sumpah, bahkan disunatkan untuk melanggar sumpah ketika hal itu mengandung sesuatu yang lebih baik.

Pembahasan Ke - 11
IJMA'
Ijma' menurut bahasa adalah kesepakatan atau konsensus. Sedangkan menurut pengertian istilah, Ijma berarti kesepakatan umat islam setelah wafatnya Nabi SAW. pada suatu masa terhadap satu dari beberapa perkara atau permasalahan. Ijma' menurut jumhur ulama' adalah hujjah. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi SAW.:
لا تجتمع امتي غلى الضلالة ويد الله على الجماعة " اخرجه الترمذي"
Artinya: “Umatku tidak akan bersepakat dalam kesesatan. Pertolongan Allah atas jamaah.”
Ijma' bisa atau sah terjadi dengan ucapan sebagian ulama' dan perbuatan sebagian yang lain, tersiarnya kabar mengenai perkataan atau perbuatan tersebut. Adapun sikap diamnya sebagian ulama' yang lain terhadap terjadinya kesepakatan itu disebut dengan ijma’ sukutiy. Para ulama' telah bersepakat bahwa sesuatu yang biasa keluar dari dubur (anus) dan qubul (kelamin) yaitu kencing dan buang air besar adalah membatalkan wudhu.
Perlu juga diketahui bahwa imam Syafi'i RA. telah menetapkan qiyas dan hadits ahadd untuk kegiatan penetapan (istinbat) hukum, sebagaimana telah dilakukan oleh sebagian sahabat dan tanpa adanya pengingkaran dari sahabat yang lain. Dengan demikian, hal ini juga dinamakan ijma' sukutiy.
Pembahasan Ke - 12
QIYAS
Qiyas adalah hujjah. Allah SWT. berfirman QS. al-Hasyr (59):2.
Artinya: “…Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai wawasan.”
Al-Qiyas (القياس) menurut bahasa adalah mengukur atau memperkirakan sesuatu atas sesuatu yang lain untuk mengetahui persamaan diantara keduanya, seperti mengukur pakaian dengan lengan. Sedangkan menurut istilah, qiyas berarti mengembalikan hukum cabang (far') kepada hukum asal karena adanya ‘illat (alasan) yang mempertemukan keduanya dalam hukum. Seperti menqiaskan beras terhadap gandum dalam harta ribawiy dengan titik temu berupa keduanya sama-sama makanan pokok.
Rukun Qiyas ada empat yaitu:
1) far',
2) asal,
3) hukum asal, dan
4) illat hukum asal.
Macam-macam qiyas, di bagi menjadi tiga:
a. Qiyas al-illat
Yaitu sesuatu yang illat didalamnya menetapkan hukum. Seperti menqiyaskan memukul dengan ucapan yang tercela kepada kedua orang tua dalam keharamannya dengan alasan menyakitkan hati orang tua. Allah berfirman QS. Al-Isra' (17):23.
Artinya: “…Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "Ah".”
b. Qiyas al-dilalah
Yaitu sesuatu yang illat didalamnya menunjukkan pada hukum akan tetapi illat tersebut tidak menetapkan pada hukum. Seperti menqiyaskan harta anak kecil dengan harta orang dewasa dalam kewajiban zakat dengan adanya titik temu bahwa harta anak kecil termasuk harta yang sempurna (al-mãl al-tãmm). Boleh juga mengatakan tidak wajib zakat -seperti yang dikatakan Abu Hanifah- dengan menqiyaskan pada haji yang mana, haji wajib bagi orang dewasa adapun anak kecil tidak wajib untuk haji.
c. Qiyas al-syibh
Yaitu mempersamakan hukum cabang (far') yang masih diragukan antara dua asal dengan mengambil keserupaan yang lebih banyak dari asal tersebut. Contohnya dalam pembahasan budak yang dibunuh, apakah sipembunuh wajib dikenai hukum qishas karena budak juga termasuk manusia, ataukah cukup hanya dengan membayar ganti rugi dengan alasan adanya keserupaan budak dengan binatang, bahwa budak adalah harta. Dalam hal ini budak lebih banyak keserupaannya dengan binatang (harta) sebab, budak bisa diperjual-belikan, diwariskan, dan diwakafkan.
Pembahasan Ke - 13
IJTIHAD, ITTIBA' DAN TAQLID
Ijtihad ialah mengerahkan segala kemampuan untuk mendapatkan hukum syara' dengan jalan menyandarkan hukum (istinbath) kepada al-Quran dan al-Sunah. Orang yang melakukan ijtihad disebut dengan mujtahid.
Ittiba' adalah menerima ucapan orang lain serta mengetahui sumbernya, dan orang yang melakukan ittiba’ disebut dengan muttabi'.
Taqlid adalah menerima ucapan seseorang tanpa mengetahui dasarnya, dan orang yang melakukan taqlid disebut dengan muqollid.
Ijtihad dalam permasalahan agama sangat dibutuhkan. Begitupun dengan ittiba'. Sedangkan taklid dalam agama dianggap sebagai suatu pekerjaan yang hina, karena berdampak lebih jauh terhadap kemunduran umat.
Dalil-dalil untuk ketentuan dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut:
QS. al-Ankabut (2): 69.
Artinya: Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar- benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.”
Hadist Nabi SAW. :
اذا حَكمَ الحاكمُ فاجتهدَ فاصاب فله اَجْرانِ اذا حَكمَ فاجتهدَ فَاخْطأ فله اجرٌ واحدٌ "رواه البخارى و مسلم"
Artinya: “Jika seorang hakim membuat keputusan (menghukumi) dengan berijtihad kemudian benar, maka baginya dua pahala, jika menghukumi dengan berijtihad dan ternyata salah, maka baginya satu pahala." (HR. Bukhari dan Muslim).
QS. al-A'raf (7): 3.
Artinya : Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya).”
QS. al-Maidah (5): 104.
Artinya: “Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul". mereka menjawab: "Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya". dan apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?.”
QS. al-Zukhruf (43): 22.
Artinya: “Bahkan mereka berkata: "Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan Sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka".”

BAGIAN KEDUA
QOWA'ID AL-FIQH
Sabda Rasulullah SAW. :
انما الاعمال بالنيات وانما لكل امرئ ما نوى رواه البخارى
Artinya: “Segala sesuatu tergantung pada niatnya, dan apa yang didapatkan ialah apa yang telah diniatkan.” (HR. Bukhari).
Kaidah ke-1
الامور بمقاصدها
Segala sesuatu tergantung pada tujuannya.
Contoh kaidah:
1. Diwajibkannya niat dalam berwudhu, mandi, shalat dan puasa.
2. Penggunaan kata kiasan (kinayah) dalam talak. Seperti ucapann seorang suami kepada istrinya: انت خالية (engkau adalah wanita yang terasing). Jika suami bertujuan menceraikan dengan ucapannya tersebut, maka jatuhlah talak kepada istrinya, namun jika ia tidak berniat menceraikan maka tidak jatuh talak-nya.
Kaidah ke-2
ما يشترط فيه التعين فالخطأ فيه مبطل
Sesuatu yang memerlukan penjelasan, maka kesalahan dalam memberikan penjelasan menyebabkan batal.
Contoh kaidah:
1. Seseorang yang melakukan shalat dhuhur dengan niat 'ashar atau sebaliknya, maka shalatnya tersebut tidak sah.
2. Kesalahan dalam menjelaskan pembayaran tebusan (kafarat) zhihar kepada kafarat qatl (pembunuhan).
Kaidah ke-3
ما يشترط التعرض له خملة ولا يشترط تعيينه تفصيلا
اذا عينه واخطأ ضرَّ

Sesuatu yang memerlukan penjelasan secara global dan tidak memerlukan penjelasan secara rinci, maka ketika kesalahan dalam penjelasan secara rinci membahayakan.
Contoh kaidah :
Seseorang yang bernama Gandung S.P. Towo niat berjamaah kepada seorang imam bernama mbah Arief. Kemudian, ternyata bahwa yang menjadi imam bukanlah mbah Arief tapi orang lain yang mempunyai panggilan Seger (Khoirul Mustamsikin), maka shalat Gandung tidak sah karena ia telah berniat makmum dengan mbah Arief yang berarti telah menafikan mengikuti Seger. Perlu diketahui, bahwa dalam shalat berjamah hanya disyaratkan niat berjamaah tanpa adanya kewajiban menentukan siapa imamnya.
Kaidah ke-4
ما لا يشترط التعرض له خملة ولا تفصيلا اذا عينه واخطأ لم يضر
Sesuatu yang tidak disyaratkan penjelasannya secara global maupun terperinci ketika dita'yin dan salah maka statusnya tidaklah membahayakan.
Contoh kaidah :
Kesalahan dalam menentukan tempat shalat. Seperti mbah Muntaha (pengelolah kantin Asyiq) niat shalat di Kemranggen Bruno Purworejo, padahal saat itu dia berada di Simpar (suatu daerah yang di Kecamatan Kalibawang Wonosobo). Maka shalat mbah Muntaha tidak batal karena sudah adanya niat. sedangkan menentukan tempat shalat tidak ada hubungannya dengan niat baik secara globlal atau terperinci (tafshil).
Kaidah ke-5
مقاصد اللفظ على نية اللافظ
Maksud sebuah ucapan tergantung pada niat yang mengucapkan.
Contoh kaidah :
1. Temon adalah seorang pria perkasa (berasal dari daerah Babadsari Kutowinangun Kebumen). Teman kita yang satu ini konon katanya mempunyai seorang istri bernama Tholiq dan seorang budak perempuan bernama Hurrah. Suatu saat, Temon berkata; Yaa Tholiq, atau Yaa Hurrah. Jika dalam ucapan “Yaa Tholiq” Temon bermaksud menceraikan istrinya, maka jatuhlah talak kepada istrinya, namun jika hanya bertujuan memanggil nama istrinya, maka tidak jatuh talaknya. Begitu juga dengan ucapan “Yaa Hurrah” kepada budaknya jika Temon bertujuan memerdekakan, maka budak perempuan itu menjadi perempuan merdeka. Sebaliknya jika ia hanya bertujuan memanggil namanya, maka tidak menjadi merdeka.
2. Menambahkan lafal masyiah (insya Allah) dalam niat shalat dengan tujuan menggantungkan shalatnya kepada kehendak Allah SWT. maka batal shalatnya. Namun apabila hanya berniat tabarru’ maka tidak batal shalatnya, atau dengan menambahkan masyiah dengan tanpa adanya tujuan apapun, maka menurut pendapat yang sahih, shalatnya menjadi batal.
Kaidah ke-6
اليقين لا يزال بالشك
Keyakinan tidak bisa dihilangkan oleh keraguan.
Contoh kaidah :
1. Seorang bernama Doel Fatah ragu, apakah baru tiga atau sudah empat rakaat shalatnya? maka, Doel Fatah harus menetapkan yang tiga rakaat karena itulah yang diyakini.
2. Santri bernama Maid baru saja mengambil air wudhu di kolam depan komplek A PP. Putra An-Nawawi. Kemudian timbul keraguan dalam hatinya; "batal durung yo..? kayane aku nembe demek..." maka hukum thaharah-nya tidak hilang disebabkan keraguan yang muncul kemudian.
3. seseorang meyakini telah berhadats dan kemudian ragu apakah sudah bersuci atau belum, maka orang tersebut masih belum suci (muhdits).
Dibawah ini ialah kaidah yang esensinya senada dengan kaidah di atas:
ما ثبت بيقين لا يرتفع الا بيقين
Sesuatu yang tetap dengan keyakinan, maka tidak bisa dihilangkan kecuali dengan adanya keyakinan yang lain.
Kaidah ke-7
الاصل بقاء ما كان على ما كان
Pada dasarnya ketetapan suatu perkara tergantung pada keberadaannya semula.
Contoh kaidah :
1. Seseorang yang makan sahur dipenghujung malam dan ragu akan keluarnya fajar maka puasa orang tersebut hukumnya sah. Karena pada dasarnya masih tetap malam (al-aslu baqa-u al-lail).
2. Seseorang yang makan (berbuka) pada penghujung siang tanpa berijtihad terlebih dahulu dan kemudian ragu apakah matahari telah terbenam atau belum, maka puasanya batal. Karena asalnya adalah tetapnya siang (al-ashl baqa-u al-nahr).
Kaidah ke-8
الاصل براة الذمة
hukum asal adalah tidak adanya tanggungan.
Contoh kaidah:
Seorang yang didakwa (mudda’a ‘alaih)melakukan suatu perbuatan bersumpah bahwa ia tidak melakukan perbuatan tersebut. Maka ia tidak dapat dikenai hukuman, karena pada dasarnya ia terbebas dari segala beban dan tanggung jawab. Permasalahan kemudian dikembalikan kepada yang mendakwa (mudda’i).
Kaidah ke-9
الاصل العدم
Hukum asal adalah ketiadaan
Contoh kaidah :
1. Kang Khumaidi mengadakan kerjasama bagi hasil (mudharabah) dengan Bos Fahmi. Dalam kerjasama ini Kang Khumaidi bertindak sebagai pengelola usaha (al-'amil), sedangkan Bos Fahmi adalah pemodal atau investornya. Pada saat akhir perjanjian, Kang Khumaidi melaporkan kepada Bos Fahmi bahwa usahanya tidak mendapat untung. Hal ini diingkari Bos Fahmi. Dalam kasus ini, maka yang dibenarkan adalah ucapan orang Bruna yang bernama Kang Khumaidi, karena pada dasarnya memang tidak adanya tambahan (laba).
2. Tidak diperbolehkannya melarang seseorang untuk membeli sesuatu. Karena pada dasarnya tidak adanya larangan (dalam muamalah).
Kaidah ke-10
الاصل فى كل واحد تقديره باقرب زمنه
Asal segala sesuatu diperkirakan dengan yang lebih dekat zamannya.
Contoh kaidah :
1. Mungkin karena kesal dengan seseorang wanita hamil yang kebetulan juga cerewet, maka tanpa pikir panjang Ipin -cah Jiwan Wonosobo- memukul perut si wanita hamil tersebut. Selang beberapa waktu si wanita melahirkan seorang bayi dalam keadaan sehat. Kemudian tanpa diduga-duga, entah karena apa si jabang bayi yang imut yang baru beberapa hari dilahirkan mendadak saja mati. Dalam kasus ini, Ipin tidak dikenai tanggungan (dhaman) karena kematian jabang bayi tersebut adalah disebabkan faktor lain yang masanya lebih dekat dibanding pemukulan Ipin terhadap wanita tersebut.
2. Seorang santri kelas II MDU bernama Soekabul alias Kabul Khan ditanya oleh teman sekamarnya; “Kang Kabul, aku melihat sperma di bajuku, tapi aku tidak ingat kapan aku mimpi basah. Gimana solusinya, Kang?”. Dengan PD-nya, karena baru saja menemukan kaidah “al-aslu fi kulli wahidin taqdiruhu bi-aqrobi zamanihi” saat muthala’ah Kitab Mabadi' Awwaliyah, santri yang demen banget lagu-lagu Hindia ini spontan menjawab; “Siro -red: kamu- wajib mandi besar dan mengulang shalat mulai sejak terakhir kamu bangun tidur sampai sekarang.”
Kaidah ke-11
المشقة تجلب التيسر
Kesulitan akan menarik kepada kemudahan.
Contoh kaidah :
1. Seorang bernama Godril yang sedang sakit parah merasa kesulitan untuk berdiri ketika shalat fardhu, maka ia diperbolehkan shalat dengan duduk. Begitu juga ketika ia merasa kesulitan shalat dengan duduk, maka diperbolehkan melakukan shalat dengan tidur terlentang.
2. Seseorang yang karena sesuatu hal, sakit parah misalnya, merasa kesulitan untuk menggunakan air dalam berwudhu, maka ia diperbolehkan bertayamum.
3. Pendapat Imam Syafi'i tentang diperbolehkannya seorang wanita yang bepergian tanpa didampingi wali untuk menyerahkan perkaranya kepada laki-laki lain”.
Kaidah yang semakna dengan kaidah di atas, antara lain:
Perkataan Imam al-Syafi'i:
الامر اذا ضاق اتسع
Sesuatu, ketika sulit, maka hukumnya menjadi luas (ringan).
Perkataan sebagian ulama:
الاشياء اذا ضاقت اتسع
Ketika keadaan menjadisempit maka hukumnya menjadi luas.

Allah SWT. berfirman dalam QS. Al-Baqarah (2): 185.
Artinya : “Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.”
KERINGANAN HUKUM SYARA’
Keringanan hukum syara’ (takhfifat al-syar'i), meliputi 7 macam, yaitu:
1. Takhfif Isqat, yaitu keringanan dengan menggugurkan. Seperti menggugurkan kewajiban menunaikan ibadah haji, umrah dan shalat jumat karena adanya 'uzdur (halangan).
2. Takhfif Tanqis, yaitu keringanan dengan mengurangi. Seperti diperbolehkannya menqashar shalat.
3. Takhfif Ibdal, yaitu keringanan dengan mengganti. Seperti mengganti wudhu dan mandi dengan tayammum, berdiri dengan duduk, tidur terlentang dan memberi isyarat dalam shalat dan mengganti puasa dengan memberi makanan.
4. Takhfif Taqdim, yaitu keringanan dengan mendahulukan waktu pelaksanaan. Seperti dalam shalat jama' taqdim, mendahulukan zakat sebelum khaul (satu tahun), mendahulukan zakat fitrah sebelum akhir Ramadhan.
5. Takhfif Takhir, yaitu keringanan dengan mengakhirkan waktu pelaksanaan. Seperti dalam shalat jama' ta’khir, mengakhirkan puasa Ramadhan bagi yang sakit dan orang dalam perjalanan dan mengakhirkan shalat karena menolong orang yang tenggelam.
6. Takhfif Tarkhis, yaitu keringanan dengan kemurahan Seperti diperbolehkannya menggunakan khamr (arak) untuk berobat.
7. Takhfif Taghyir, yaitu keringanan dengan perubahan. Seperti merubah urutan shalat dalam keadaan takut (khauf).
Kaidah ke-12
الاشياء اذا اتسع ضاقت
Sesuatu yang dalam keadaan lapang maka hukumnya menjadi sempit.
Contoh kaidah :
Sedikit gerakan dalam shalat karena adanya gangguan masih ditoleransi, sedangkan banyak bergerak tanpa adanya kebutuhan tidak diperbolehkan.
Dari dua kaidah sebelumnya (kaidah ke-11 dan ke-12) Al-Gazali membuat sintesa (perpaduan) menjadi satu kaidah berikut ini:
كل ما تجوز حده انعكس الى ضده
Setiap sesuatu yang melampaui batas kewajaran memiliki hukum sebaliknya.
Kaidah ke-13
الضرر يزال
Bahaya harus dihilangkan.
Contoh kaidah:
1. Diperbolehkan bagi seorang pembeli memilih (khiyar) karena adanya 'aib (cacat) pada barang yang dijual.
2. Diperbolehkannya merusak pernikahan (faskh al-nikah) bagi laki-laki dan perempuan karena adanya 'aib.

Kaidah ke-14
الضررلا يزال بالضرر
Bahaya tidak dapat dihilangkan dengan bahaya lainnya.
Contoh kaidah:
Mbah Yoto dan Lutfi adalah dua orang yang sedang kelaparan, keduanya sangat membutuhkan makanan untuk meneruskan nafasnya. Mbah Yoto, saking tidak tahannya menahan lapar nekat mengambil getuk Asminah (asli produk gintungan) kepunyaan Lutfi yang kebetulan dibeli sebelumnya di warung Syarof CS. Tindakan mbah Yoto -walaupun dalam keadaan yang sangat menghawatirkan baginya- tidak bisa dibenarkan karena Lutfi juga mengalami nasib yang sama dengannya, yaitu kelaparan.
Kaidah ke-15
الضرورات تبيح المحظورات
Kondisi darurat memperbolehkan sesuatu yang semula dilarang.
Contoh kaidah:
1. Ketika dalam perjalan dari Sumatra ke pondok pesantren An-Nawawi, ditengah-tengah hutan Kasyfurrahman alias Rahman dihadang oleh segerombolan begal, semua bekal Rahman ludes dirampas oleh mereka yang tak berperasaan -sayangnya Rahman tidak bisa seperti syekh Abdul Qadir al-Jailany yang bisa menyadarkan para begal- karenanya mereka pergi tanpa memperdulikan nasib Rahman nantinya, lama-kelamaan Rahman merasa kelaparan dan dia tidak bisa membeli makanan karena bekalnya sudah tidak ada lagi, tiba-tiba tampak dihadapan Rahman seekor babi dengan bergeleng-geleng dan menggerak-gerakkan ekornya seakan-akan mengejek si-Rahman yang sedang kelaparan tersebut. Namun malang juga nasib si babi hutan itu. Rahman bertindak sigap dengan melempar babi tersebut dengan sebatang kayu runcing yang dipegangnya. Kemudian tanpa pikir panjang, Rahman langsung menguliti babi tersebut dan kemudian makan dagingnya untuk sekedar mengobati rasa lapar.
Tindakan Rahman memakan daging babi dalam kondisi kelaparan tersebut diperbolehkan. Karena kondisi darurat memperbolehkan sesuatu yang semula dilarang.
2. Diperbolehkan melafazdkan kalimat kufur karena terpaksa.
Kaidah lain yang kandungan maknanya sama adalah kaidah berikut:
لا حرام مع الضرورة ولا كراهة مع الحاجة
Tidak ada kata haram dalam kondisi darurat dan tidak ada kata makruh
ketika ada hajat
Kaidah ke-16
ما ابيح للضرورة يقدر بقدرها
Sesuatu yang diperbolehkan karena keadaan darurat harus disesuaikan dengan kadar daruratnya.
Contoh kaidah:
1. Dengan melihat contoh pertama pada kaidah sebelumnya, berarti Rahman yang dalam kondisi darurat hanya diperbolehkan memakan daging babi tangkapannya itu sekira cukup untuk menolong dirinya agar bisa terus menghirup udara dunia. selebihnya (melebihi kadar kecukupan dengan ketentuan tersebut) tidak diperbolehkan.
2. Sulitnya shalat jumat untuk dilakukan pada satu tempat, maka shalat jumat boleh dilaksanakan pada dua tempat. Ketika dua tempat sudah dianggap cukup maka tidak diperbolehkan dilakukan pada tiga tempat.
Kaidah ke-17
الحجة قد تنزل منزلة الضرورة
Kebutuhan (hajat) terkadang menempati posisi darurat.
Contoh kaidah:
1. Diperbolehkannya Ji'alah (sayembara berhadiah) dan Hiwalah (pemindahan hutang piutang) karena sudah menjadi kebutuhan umum.
2. Diperbolehkan memandang wanita selain mahram karena adanya hajat dalam muamalah atau karena khithbah (lamaran).
Kaidah ke-18
اذا تعارض المفسدتان رعي اعظمهما ضررا بارتكاب اخفهما
Ketika dihadapkan pada dua mafsadah (kerusakan) maka tinggalkanlah mafsadah yang lebih besar dengan mengerjakan yang lebih ringan.
Contoh kaidah:
1. Diperbolehkannya membedah perut wanita (hamil) yang mati jika bayi yang dikandungnya diharapkan masih hidup.
2. Tidak perbolehkannya minum khamr dan berjudi karena bahaya yang ditimbulkannya lebih besar daripada manfaat yang bisa kita ambil.
3. Disyariatkan hukum qishas, had dan menbunuh begal, karena manfaatnya (timbulnya rasa aman bagi masyarakat) lebih besar daripada bahayanya.
4. Diperbolehkannya seorang yang bernama Junaidi yang kelaparan, padahal ia tidak memiliki cukup uang untuk membeli makanan, untuk mengambil makanan Eko Setello yang tidak lapar dengan sedikit paksaan.
Kaidah ke-19
درء المفاسد مقدم على جلب المصالح
Menolak mafsadah (kerusakan) didahulukan daripada mengambil kemaslahatan.
Contoh kaidah:
1. Berkumur dan mengisap air kedalam hidung ketika berwudhu merupakan sesuatu yang disunatkan, namun dimakruhkan bagi orang yang berpuasa karena untuk menjaga masuknya air yang dapat membatalkan puasanya.
2. Meresapkan air kesela-sela rambut saat membasuh kepala dalam bersuci merupakan sesuatu yang disunatkan, namun makruh dilakukan oleh orang yang sedang ihram karena untuk menjaga agar rambutnya agar tidak rontok.
Kaidah ke-20
الاصل فى الابضاع التحريم
Hukum asal farji adalah haram.
Contoh kaidah:
1. Ketika seorang perempuan sedang berkumpul dengan beberapa temannya dalam sebuah perkumpulan majlis taklim, maka laki-laki yang menjadi saudara perempuan tersebut dilarang melakukan ijtihad untuk memilih salah satu dari mereka menjadi istrinya. Termasuk dalam persyaratan ijtihad adalah asalnya yang mubah, sehingga oleh karenanya perlu diperkuat dengan ijtihad. Sedangkan dalam situasi itu, dengan jumlah perempuan yang terbatas, dengan mudah dapat diketahui nama saudara perempuannya yang haram dinikahi dan mana yang bukan. Berbeda ketika jumlah perempuan itu banyak dan tidak dapat dihitung, maka terdapat kemurahan, sehingga oleh karenanya, pintu pernikahan tidak tertutup dan pintu terbukanya kesempatan berbuat zina.
2. Seseorang mewakilkan (al-muwakkil) kepada orang lain untuk membeli jariyah (budak perempuan) dengan menyebut cirri-cirinya. Ternyata, sebelum sempat menyerahkan jariyah yang dibelinya tersebut, orang yang telah mewakili (wakil) tersebut meninggal. Maka sebelum ada penjelasan yang menghalalkan, jariyah itu belum halal bagi muwakkil karena walaupun memiliki cirri-ciri yang disebutkannya, dikhawatirkan wakil membeli jariyah untuk dirinya sendiri.
Allah SWT. berfirman QS. Al-Mukminun (23) 5-7.
Artinya: “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya. Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki Maka Sesungguhnya mereka dalam hal Ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas.”
Lebih jelasnya sesuai dengan ayat quran tersebut bahwa seorang budak halal bagi tuannya tetapi berhubung belum ada indikasi yang jelas mengenai kehalalannya sebagaimana contoh di atas maka budak tersebut belum halal bagi muwakkil (orang yang mewakilkan).
Kaidah ke-21
العادة محكمة
Adat bisa dijadikan sandaran hukum.
Contoh kaidah:
1. Seseorang menjual sesuatu dengan tanpa menyebutkan mata uang yang dikehendaki, maka berlaku harga dan maat uang yang umum dipakai.
2. Batasan sedikit, banyak dan umumnya waktu haidh, nifas dan suci bergantung pada kebiasaan (adapt perempuan sendiri).
Kaidah ke-22
ما ورد به الشرع مطلقا ولا ضابط له فيه ولا فى فى اللغة
يرجع فيه الى العرف
Sesuatu yang berlaku mutlak karena syara' dan tanpa adanya yang membatasi didalamnya dan tidak pula dalam bahasa,maka segala sesuatunya dikembalikan kepada kebiasaan (al-"urf) yang berlaku.
Contoh kaidah :
1. Niat shalat cukup dilakukan bersamaan dengan takbiratul ihram, yakni dengan menghadirkan hati pada saat niat shalat tersebut.
Terkait dengan kaidah di atas, bahwasanya syara’ telah menentukankan tempat niat di dalam hati, tidak harus dilafalkan dan tidak harus menyebutkan panjang lebar, cukup menghadirkan hati; “aku niat shalat…………rakaaat”. itu sudah di anggap cukup.
2. Jual beli dengan meletakan uang tanpa adanya ijab qobul, menurut syara’ adalah tidak sah. Dan menjadi sah, kalau hal itu sudah menjadi kebiyasaan.
Kaidah ke-23
الاجتهاد لا ينقد بالاجتهاد
Ijtihad tidak bisa dibatalkan oleh ijtihad lainnya.
Contoh kaidah:
1. Apabila dalam menentukan arah kiblat, ijtihad pertama tidak sama dengan ijtihat ke dua, maka digunakan ijtihad ke dua. Sedangkan ijtihad pertama tetap sah sehingga tidak memerlukan pengulangan pada rakaat yang dilakukan dengan ijtihad pertama. Dengan demikian, seseorang mungkin saja melakukan shalat empat rakaat dengan menghadap arah yang berbeda pada setiap rakaatnya.
2. Ketika seorang hakim berijtihad untuk memutuskan hukum suatu perkara, kemudian ijtihadnya berubah dari ijtihad yang pertama maka ijtihad yang pertama tetap sah (tidak rusak).
Kaidah ke-24
الاء يثار بالعبادة ممنوع
Mendahulukan orang lain dalam beribibadah adalah dilarang.
Contoh kaidah:
1. Mendahulukan orang lain atau menempati shaf awal (barisan depan) dalam shalat.
2. Mendahulukan orang lain untuk menutup aurat dan menggunakan air wudhu. Artinya, ketika kita hanya memiliki sehelai kain untuk menutup aurat, sedangkan teman kita juga membutuhkannya, maka kita tidak boleh memberikan kain itu kepadanya karena akan menyebabkan aurat kita terbuka. Begitu pula dengan air yang akan kita gunakan untuk bersuci, maka kita tidak boleh menggunakan air tersebut. Karena hal ini berkaitan dengan ibadah.
Firman Allah SWT dalam Qs. Al-Baqarah (2):148.
Artinya: …Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan…

Kaidah ke-25
الاء يثار بغيرالعبادة مطلوب
Mendahulukan orang lain dalam selain ibadah dianjurkan.
Contoh kaidah:
1. Mendahulukan orang dalam menerima tempat tinggal (Almaskan).
2. Mendahulukan orang lain untuk memilih pakaian.
3. Mempersilahkan orang lain untuk makanan lebih dulu.
Firman Allah SWT. Dalam QS. Al-Hasr (59):9.
Artinya: “Dan orang-orang yang Telah menempati kota Madinah dan Telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung.”

Kaidah ke-26
تصرف الامام على الرعية منوط بالمصلحة
Kebijakan pemimpin atas rakyatnya dlakukan berdasarkan pertimbangan kemaslahatan.
Contoh kaidah:
1. Seorang pemimpin (imam) dilarang membagikan zakat kepada yang berhak (mustahiq) dengan cara membeda-bedakan diantara orang-orang yang tingkat kebutuhannya sama.
2. Seorang pemimpin pemerintahan, sebaiknya tidak mengankat seorang fasiq menjadi imam shalat. Karena walaupun shalat dibelakangnya tetap sah, namun hal ini kurang baik (makruh).
3. Seorang pemimpin tidak boleh mendahulukan pembagian harta baitul mal kepada seorang yang kurang membutuhkannya dan mengakhirkan mereka yang lebih membutuhkan.
Rasulullah SAW. bersabda :
كلكم راع وكلكم مسؤل عن رعيته
Artinya : “Masing-masing dari kalian adalah pemimpin dan setiap dsari kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinan”.
Kaidah ke-27
الحدود تسقط بالشبهات
Hukum gugur karena sesuatu yang syubhat.
Contoh kaidah:
1. Seorang laki-laki tidak dikenai had, ketika melakukan hubungan seksual dengan wanita lain yang disangka istrinya (wathi syubhat).
2. Seseorang melakukan hubungan seks dalam nikah mut'ah, nikah tanpa wali atau saksi atau setiap pernikahan yang dipertentangkan, tidak dapat dikenai had sebab masih adanya perbedaan pendapat antara ulama, sebagian membolehkan nikah mut'ah dan nikah tanpa wali dan sebagian lagi berpendapat sebalikannya.
3. Orang mencuri barang yang disangka sebagai miliknya, atau milik bapaknya, atau milik anaknya, maka orang tersebut tidak dikenai had.
4. Orang meminum khamr (arah) untuk berobat tidak dikenai had karena masih terdapat khilaf antar ulama'.
قال النبي صلى الله عليه وسلم : ادرؤا الحدود بالشبهات
Artinya: Nabi SAW. bersabda: Tinggalkanlah oleh kamu sekalian had-had dikarenakan (adanya) berbagai ketidak jelasan.
Kaidah ke-28
ما لا يتم الواجب الا به فهو واجب
Sesuatu yang karena diwajibkan menjadi tidak sempurna kecuali dengan keberadaannya,maka hukumnya wajib.
Contoh Kaidah:
1. Wajib membasuh bagian leher dan kepala pada saat membasuh wajah saat berwudhu.
2. Wajibnya membasuh bagian lengan atas dan betis (wentis) pada saat membasuh lengan dan kaki.
3. Wajibnya menutup bagian lutut pada saat menutup aurat bagi laki-laki dan wajibnya dan wajibnya menutup bagian wajah bagi wanita.
Kaidah ke-29
الخروج من الخلاف مستحبٌّ
Keluar dari perbedaan pendapat hukumnya sunat (mustahab).
Contoh kaidah:
1. Disunatkan menggosok badan (dalk) ketika bersuci dan memeratakan air ke kepala dengan mengusapkannya, dan tujuan keluar dari khilafdengan imam malik berpendapat bahwa dalk dan isti'ab al-ro'sy (meneteskan kepala dengan air) adalah wajib hukumnya.
2. Disunatkan membasuh sperma, yang menurut imam malik wajib hukumnya.
3. Sunah men-qashar shalat dalam perjalanan yang mencapai tiga marhalah, karena keluar dari khilaf dengan Abu hanifah yang mewajibkannya.
4. Disunatkan untuk tidak menghadap atau membelakangi arah kiblat ketika membuang hajat, walaupun dalam sebuah ruangan atau adanya penutup, karena untuk keluar dari khilaf imam Tsaury yang mewajibkannya.
Untuk mengatasi perbedaan diperlukan beberapa syarat sebagai berikut:
a. Upaya mengatasi perbedaan tidak menyebabkan jatuh pada perbedaan lain. Seperti lebih diutamakan memisahkan shalat witir (tiga rakaat dengan dua salam) dari pada melanjutkanya. Dalam hal ini pendapat Imam Abu Hanafiah tidak dipertimbangkan karena adanya ulama yang tidak membolehkan witir dengan digabungkan
b. Tidak bertentangan dengan sannah yang tepat (al-sannah al-tsabilah). Seperti disunatkannya mengangkat kedua tangan dalam shalat, walaupun seorang ulama Hanafiah menganggap hal ini dapat membatalkan shalat. Menurut riwayat lima puluh orang sahabat, Nabi SAW sendiri melakukan shalat dengan mengangkat kedua tangannya.
c. Kautnya temuan tentang bukti perbedaan, sehingga kecil kemungkinan terulangnya keslahan serupa. Dengan alas an itu, maka berpuasa bagi musafir yang mampu menahan lapar dan dahaga aladah utama, dan tidak dipertimbangkan adanya pendapat para kaum Zahiruasa musafir itu tidak sah.
Kaidah ke-30
الرخصة لاتناط بالمعاصى
Keringanan hukum tidak bisa dikaitkan dengan maksiat.
Contoh kaidah:
1. Orang yang bepergian karena maksiat, tidak boleh mengambil kemurahan hukum karena berpergiannya, seperti; mengqashar dan menjama’ shalat, dan membatalkan puasa.
2. Orang yang berpergian karena maksiat, walaupun dalam kondisi terpaksa juga tidak diperbolehkan memakan bangkai dan daging babi.
Kaidah ke-31
الرخصة لاتناط بالشكّ
Keringanan hukum tidak bisa dikaitkan dengan keraguan.
Contoh kaidah:
1. Dalam perjalanan pulang ke Grabag Magelang, Abdul Aziz merasa ragu mengenai jauh jarak yang ditempuh dalam perjalan tersebut, apakah sudah memenuhi syarat untuk meng-qashar shalat atau belum. Dalam kondisi semacam ini, kang Aziz tidak boleh meng-qashar shalat.
2. Seorang yang bimbang apakah dirinya hadats pada waktu dhuhur atau ashar, maka yang harus diyakini adalah hadats pada waktu dhuhur.
Kaidah ke-32
ما كان اكثر فعلا كان اكثر فضلا
Sesuatuyang banyak aktifitasnya, maka banyak pula keutamaanya.
Contoh kaidah:
1. Shalat witir dengan fashl (tiga rakaat dengan dua salam) lebih utama dari pada wasl (tiga rakaat dengan satu salam) karena bertambahnya niat,takbir dan salam.
2. Orang melakulan shalat sunah dengan duduk, maka pahalanya setengan dari pahala orang yang shalat sambil berdiri. Orang yang shalat tidur mirung, maka pahalanya adalah setengah dari orang yangh shalat dengan duduk.
3. Memishkan pelaksanaan antara ibadah haji dengan umrah adalah lebih utama dari pada melaksanakan bersama-sama.
Rasulullah SAW. bersabda:
اجرك على قدر نصبك رواه مسلم
Artinya: “Besarnya pahalamu tergantung pada usahamu. (HR. Muslim)
Kaidah ke-33
ما لا يدرك كله لا يترك كله
Jika tidak mampu mengerjakan secara keseluruhan
maka tidak boleh meninggalkan semuanya
Contoh kaidah:
1. Seorang yang tidak mampu berbuat kebajikan dengan satu dinar tetapi mampu dengan dirham maka lakukanlah.
2. Seserang yang tidak mampu untuk mengajar atau belajar berbagai bidang studi (fan) sekaligus, maka tidak boleh meninggalkan keseluruhannya.
3. Seseorang yang merasa berat untuk melakukan shalat malam sebanyak sepuluh rakaat, maka lakukanlah shalat malam empat rakaat.
Kaidah yang semakna dengan kaidah di atas, adalah perkataan ulama ahli fiqh:
ما لا يدرك كله لا يترك بعضه
Sesuatu yang tidak dapat ditemukan keseluruhannya, maka tidak boleh tinggalkan sebagiannya.
Kaidah ke-34
الميسور لا يسقط بالمعسور
Sesuatu yang mudah tidak boleh digugurkan dengan sesuatu yang sulit.
Contoh kaidah:
1. Seorang yang terpotong bagian tubuhnya, maka tetap wajib baginya membasuh anggota badan yang tersisah ketika bersuci.
2. Seseorang yang mampu menutup sebagian auratnya, maka ia wajib menutup aurat berdasarkan kemampuannya tersebut.
3. Orang yang mampu membaca sebagian ayat dari surat Al-Fatihah, maka ia wajib membaca sebagian yang ia ketahui tersebut.
4. Orang yang memiliki harta satu nisab, namun setengah darinya berada ditempat jauh (ghaib) maka harus dikeluarkan untuk zakat adalah harta yang berada ditangannya.
Nabi SAW. bersabda :
وما امرتكم به فأتوا منه ما استطعتم. رواه شيخان
Artinya: “Sesuatu yang aku perintahkan maka kerjakanlah semampu kalian.” (HR. Bukhari Muslim)
Kaidah ke-35
ما حرم فعله حرم طلبه
Sesuatu yang haram untuk dikerjakan maka haram pula mencarinya.
Contoh kaidah:
1. Mengambil riba atau upah perbuatan jahat.
2. Mengambil upah dari tukang ramal risywah (suapan). Begitu pula dengan upah orang-orang yang meratapi kematian orang lain.
Kaidah ke-36
ما حرم اخذه حرم اعطاؤه
Sesuatu yang haram diambil,maka haram pula memberikannya.
Contoh kaidah :
1. Memberikan riba atau upah perbuatan jahat kepada orang lain.
2. Memberikan upah hasil meramal dan risywah kepada orang lain. Termasuk juga upah meratapi kematian orang lain.
Kaidah ke-37
الخير المتعدي افضل من القاصر
kebaikan yang memiliki dampak banyak lebih utama daripada yang manfaatnya sedikit (terbatas).
Contoh kaidah:
1. Mengajarkan ilmu lebih utama daripada shalat sunah.
2. Orang yang menjalankan fardhu kifayah lebih istimewa karena telah menggugurkan dosa umat daripada orang yang melakukan fardhu 'ain.
Kaidah ke-38
الرضى بالشيء رضى بما يتولد منه
Rela akan sesuatu berarti rela dengan konsekuensinya.
Contoh kaidah:
1. Menerima suami istri dengan kekurangan yang dimiliki salah satu dari keduanya. Maka tidak boleh mengembalikan kepada walinya.
2. Seseorang memita tangannya di potong dan berakibat kepada rusaknya anggota tubuh yang lain, maka orang tersebut tidak boleh menuntut kepada pemotong tangan.
3. Memakai wangi-wangian sebelum melaksanankan ihram, teapi wanginya bertahan sampai waktu ihram maka tidak dikenahi fidyah.
Kaidah yang memiliki makna sama dengan kaidah di atas yaitu :
المتولد من مأذون لا اثر له
Hal-hal yang timbul dari sesuatu yang telah mendapat ijin
tidak memiliki dampak apapun.
Kaidah ke-39
الحكم يدور مع العلة وجودا وعدما
Hukum itu berputar beserta 'illatnya, baik dari sisi wujudnya maupun ketiadaannya’illatnya.
Contoh kaidah :
1. Alasan diharamkannya arak (khamr) adalah karena memabukkan. Jika kemudian terdeteksi bahwa arak tidak lagi memabukkan seperti khamr yang telah berubah menjadi cuka maka halal.
2. Memasuki rumah orang lain atau memakai pakaiannya tanpa adanya ijin adalah haram hukumnya. Namun ketika namun ketika diketahui bahwa pemiliknya merelakan, maka tidak ada masalah didalamnya (boleh).
3. Alasan diharamkannya minum racun karena adanya unsur merusakkan. Andaikata unsure yang merusakkan itu hilang, maka hukumnya menjadi boleh.
قال النبي صلى الله عليه وسلم كل مشكر خمر وكل خمر حرام
Nabi SAW. bersabda: Setiap yang memabukkan adalah khamr dan setiap khamr hukumnya haram.
Kaidah ke-40
الاصل فى الآ شياء الاءباحة
Hukum ashal (pada dasarnya) segala sesuatu itu diperbolehkan.
Contoh kaidah :
1. Dua sahabat bernama Lukman dan Rahmat Taufiq jalan-jalan ke Jakarta. Setelah lama muter-muter sambil menikmati indahnya ibu kota, perut kedua bocah ndeso tersebut protes sambil berbunyi nyaring alias kelaparan. Akhirnya setelah melihat isi dompet masing-masing keduanya memutuskan untuk mampir makan di restourant yang lumayan mewah tapi kemudian keduanya ragu apakah daging pesenannya itu halal atau haram. Dengan mempertimbangkan makna kaidah diatas, maka daging itu boleh dimakan.
2. Tiba-tiba ada seekor merpati yang masuk ke dalam sangkar burung milik Koci. ketika pemilik sangkar (Koci) melihat merpati tersebut dia merasa tertarik dan ingin memilikinya, namun Koci masih ragu apakah dia boleh memeliharanya atau tidak. Maka hukumnya burung merpati tersebut boleh atau bebas untuk dimiliki.
3. Ketika ragu akan besar kecilnya kadar emas yang digunakan untuk menambal suatu benda maka hukum benda tersebut boleh untuk digunakan.
4. Memakan daging Jerapah diperbolehkan, sebagaimana al-Syubki berkata sesungguhnya memakan daging Jerapah hukumnya mubah.
قال النبي صلى الله عليه وسلم ما احل الله فهو حلال وما حرم الله فهو حرام وما سكت عنه فهو مما عفو
Nabi SAW. bersabda : Sesuatu yang dihalalkan Allah adalah halal dan sesuatu yang diharamkan Allah adalah haram. Sedangkan hal-hal yang tidak dijelaskan Allah merupakan pengampunan dari-Nya.



TEAM TERJEMAH MABADI’ AL-AWALIYAH MDU II
PP. AN-NAWAWI BERJAN PURWOREJO